Semut Mencari Sarang



Semut Mencari Sarang
Oleh: Elwin FL Tobing
                Dua ekor semut bernama Ran dan Run diperintahkan Sang Ratu Semut untuk mencari sarang baru. Sebab sarang yang lama sudah tidak aman lagi. Sarang yang lama itu berada di dalam tanah. Belakangan ini, tanah sekitar sarang sering kebanjiran. Mungkin akibat pepohonan di sekitar sarang yang semakin habis ditebangi manusia. Kalau hujan turun, sarang para semut ikut tergenang. Telur-telur semut yang disimpan rapi jadi basah. Ratu Semut khawatir kalau telur-telur itu tidak bisa menetas. Bisa jadi keturunan mereka akan punah. Oleh karena itu Sang Ratu Semut memutuskan untuk pindah dan membuat sarang yang baru di tempat yang aman.
                “Sebaiknya kalian cari lokasi sarang di dahan pepohonan yang rimbun. Kalau berada di dahan pohon, tentu kita tidak akan kebanjiran lagi.” Pesan Sang Ratu pada dua ekor semut yang ditugaskan untuk mencari sarang baru.
                “Baik, Ratu,” kedua ekor semut itu menyanggupi.
                “Sebaiknya kalian segera berangkat. Mumpung hari masih terang.” Suruh Sang Ratu Semut.
                “Benar, Ratu. Siapa tahu sebentar lagi turun hujan. Sebaiknya kami bergegas.” Lalu kedua semut itu pamitan. Mereka berjalan sambil mendongak ke atas. Mencari dahan pohon yang cocok untuk tempat mereka bersarang. Di tengah perjalanan kedua semut itu bertemu dengan seekor kumbang.
                “Mau kemana kalian?” tanya kumbang.
                “Kami mau mencari tempat untuk sarang baru kami.” Sahut Run.
                “Oh iya? Aku tahu tempat yang bagus. Kalian mau lihat?” si kumbang menawarkan.
                “Boleh. Di mana?” tanya Run.
                “Ayo ikut dengan saya.” Lalu kumbang terbang rendah dan pelan. Ran dan Run mengikuti dari belakang. Mereka menelusuri hutan dan tiba di sebuah ladang yang luas.
                “Kalian liat ke sana.” Kumbang menunjuk ke arah rimbunan kebun jeruk. Banyak kumbang, lebah dan kupu-kupu asyik berkejaran dan mencari sari bunga jeruk yang manis. Tidak ketinggalan burung-burung kecil. Mereka berebutan untuk hinggap pada bunga-bunga jeruk yang bermekaran. Mengisap sari bunganya yang manis.
                “Wah.. ramai sekali tempat ini!” seru Run kegirangan.
                “Kalian pasti senang kalau tinggal di salah satu cabang pohon jeruk itu.” Kata kumbang.
                “Tentu saja kami akan senang.” sahut Run penuh semangat. Tapi Ran masih diam. Matanya penuh selidik menatap ke arah kebun jeruk. Sungutnya yang kecil bergerak-gerak penuh kewaspadaan.
                “Kebun apa namanya ini kumbang?”
                “Kebun jeruk.” Jawab kumbang pada Ran.
                “Siapa yang punya kebun ini?” Ran kembali bertanya.
                “Kebun jeruk ini punya manusia.”
                “Berarti ini tempat yang tidak aman bagi kami para semut.” Ran menggelengkan kepalanya yang mungil.
                “Mengapa kau bilang tidak aman? Ayolah, kita bersarang di situ saja.” Kata Run.
                “Itu tempat yang bagus. Ramai. Kalian pasti tidak akan kesepian tinggal di tempat seperti ini. Tidak ada lagi tempat sebagus ini.” Kuta kumbang.
                “Tapi kebun ini milik manusia. Berbahaya kalau kita tinggal di tempat yang dimiliki manusia. Aku tidak mau tinggal di sini.” Tolak Ran.
                “Itu urusanmu. Tapi aku dan semut yang lain akan tinggal di cabang terbaik dari pohon jeruk itu. Aku akan memberitahukan pada sang ratu.” Run berbalik pulang ke sarang.
                “Tapi itu kebun milik manusia. Bahaya!” Ran berteriak mencegah Run.
                “Kau memang penakut. Terserah kalau kau tidak mau tinggal di situ. Cari saja sarang lain untukmu.” Balas Run sambil terus berlari cepat agar segera tiba di sarang.
                “Jangan penakut dong, Ran, hahaha....” Ledek kumbang sambil terbang meninggalkan Ran sendirian.
                Ratu semut akhirnya setuju pindah ke cabang pohon jeruk. Ratu semut dan semut yang lain lebih percaya pada kata-kata Run. Ran yang berusaha mencegah niat sang ratu malah ditertawakan. Para semut ikut-ikutan menjuluki Ran sebagai penakut. Ran akhirnya pasrah.
Para semut pekerja dikerahkan untuk membangun sarang di cabang pohon jeruk. Run yang ikut membangun sarang terlihat senang. Sementara Ran terlihat gelisah. Matanya selalu bergerak-gerak waspada mengawasi sekitarnya. Akhirnya sarang selesai dibangun di salah satu cabang pohon jeruk. Seluruh semut sangat gembira. Mereka bersorak dan menari-nari di sekitar sarang yang baru dibangun. Lebah, burung-burung kecil dan kupu-kupu yang setiap hari ada di sana, ikut bergembira.
                “Ayo Ran, kita menari.” Ajak Run pada Ran yang sedang menyendiri.
                “Kalian saja. Perasaanku sedang tidak enak.” Tolak Ran.
                “Kau masih memikirkan manusia yang punya kebun ini ya. Tenang saja Ran. Kita akan aman di sini.” kata Run. Tapi Ran tidak juga beranjak dari tempatnya.
                “Ya sudah! Kau di sini saja. Penakut.” Run meninggalkan Ran.
                Tapi baru saja Run melangkah, tiba-tiba terdengar kegaduhan. Lebah, burung-burung kecil dan kupu-kupu berlarian kalang kabut. Para semut keheranan.
                  “Ada apa?” tanya mereka.
                “Manusia datang. Lariii....” teriak kupu-kupu.
                Terlihat empat orang manusia datang membawa alat semprot. Rupanya manusia itu ingin menyemprot kebun agar terhindar dari hama. Para semut kebingungan. Mereka cemas melihat manusia yang semakin dekat sambil menyembur-nyemburkan racun hama dari semprotannya. Ulat yang terkena semprot langsung jatuh dan mati.
                “Lariii..ayo lariii...selamatkan diri kalian...” teriak Ran. Para semut berlarian menyelamatkan diri. Tapi ada sebagian yang terkena semprotan. Semut-semut yang terkena racun hama itu seketika menjerit kesakitan dan jatuh ke tanah. Mereka mati. Sementara semut yang bisa menyelamatkan diri berlari masuk ke semak belukar. Ran telah berhasil menyelamatkan diri. Lalu dia mencari teman-temannya. Ketika bertemu dengan teman-temannya yang selamat, mereka berpelukan sambil menangis.
                “Kalau saja kami mendengarkan kata-katamu, kita tidak akan mengalami musibah ini.” Sesal teman-teman Ran.
                “Sudahlah, semua sudah terjadi. Kita bersyukur masih bisa selamat.” Hibur Ran pada teman-temannya.
                “Tapi kejam sekali manusia. Mereka tega membasmi kita.” Seekor semut yang kehilangan sungut masih terisak-isak.
                “Kita yang salah.” Kata Ran. “Seharusnya kita tidak bersarang di jeruk mereka. Daun-daun jeruk bisa rusak karena kita gigiti. Padahal mereka menanam jeruk untuk diambil buahn ya. Manusia juga akan terganggu kalau kita ada di sana. Badan mereka bisa gatal oleh gigitan kita.”
                “Kau memang pintar, Ran. Seharusnya kami lebihs sering mendengarkan kata-katamu, agar kami semua selamat.”
                “Bagaimana kalau kita mengangkat Ran jadi peminpin kita?” tiba-tiba seekor semut memberi usul.
                “Setuju!”
                “Setuju!”
                “Setujuuu..”
                Semua semut yang selamat itu akhirnya mengangkat Ran jadi pemimpin mereka. Para semut yakin, dengan kepintaran dan kebijaksanaan Ran, hidup mereka akan aman dan tentram. Ran membawa mereka ke dalam hutan jauh dari ladang manusia. Lalu Ran memutuskan mereka akan membuat  sarang di dahan pohon beringin yang teduh dan rindang. Kupu-kupu, capung dan burung-burung kecil banyak juga bersarang di dahan pohon beringin itu. Bahkan si tupai juga tinggal di situ. Sungguh pohon beringin itu adalah tempat yang aman dan menyenangkan bagi para hewan.

~Dimuat di harian analisa 26feb’2012  
               

0 Responses