Pengibar Bendera Merah Putih
Oleh: Elwin
FL Tobing
Adis
kapok jadi pengibar bendera merah putih di sekolah. Dia tidak ingin kejadian
memalukan tiga bulan yang lalu terulang lagi padanya. Peristiwa itu masih saja
membayangi Adis hingga hari ini.
Begini ceritanya! Waktu itu Adis
bersama Daud dan Diskil jadi petugas pengibar bendera pada upacara Senin pagi.
Sejak melangkah dari barisan, Adis sebenarnya sudah merasa tidak enak. Gerak
kaki mereka tidak serentak. Saat berbelok hendak menghadap tiang bendera, Daud
malah ketinggalan dua langkah. Murid-murid yang mengikuti upacara terdengar
menahan tawa. Pak Mulia dan Bu Dina yang berdiri di barisan guru juga terlihat
mengulum senyum geli.
Daud juga sih! Dia tidak pernah
serius waktu latihan. Kerjanya bercanda saja. Daud juga malas berlatih. Dia
menganggap remeh tugas mengibarkan bendera.
“Alah..cuma tinggal diikat,
digerek ke atas, apa susahnya sih?” kata Daud enteng ketika Adis dan Diskil
mengajaknya untuk serius berlatih.
Akibatnya ketika tiba hari upacara
bendera, barisan dan langkah Adis, Diskil dan Daud jadi tidak kompak. Hingga
mengundang tertawaan peserta upacara. Yang paling parah adalah ketika Adis
meneriakkan “Bendera Siap!” eh, rupanya Daud terbalik mengikat bendera. Warna
putih berada di atas sementara warna merah ada di bawah. Seluruh barisan
upacara heboh oleh gelak tawa. Adis malu sekali sampai hampir menangis. Dengan
cepat Diskil memperbaiki ikatan bendera itu dan menaikkannya ke ujung tiang.
Sejak itu mereka bertiga selalu
diejek oleh kawan-kawan.
“Makanya kalau masih ngantuk
jangan mengibarkan bendera dong,” ledek Pipit, yang disambut tawa riuh
anak-anak yang lain.
Itulah sebabnya Adis bertekad
dalam hati untuk tidak pernah mau lagi jadi pengibar bendera. Dan Adis membuktikan
tekadnya. Dia tegas-tegas menolak ketika tadi pagi Latifah, ketua kelasnya di
kelas 6 A menunjuknya untuk kembali manjadi pengibar bendera.
“Bu Dina yang menyuruh lho, Dis,”
kata Latifah.
“Kan masih banyak orang lain, Fah! Kenapa sih
harus aku?” jawab Adis.
“Yang lain sudah dapat giliran
semua. Makanya Bu Dina menugaskan kamu sama Daud dan Diskil,”
“HaH?? Daud lagi?” sentak Adis
panik. “Tidak Fah, aku tidak mau. Lebih baik aku keluar dari sekolah ini dari pada
disuruh mengibarkan bendera bersama Daud,” tolak Adis tegas sambil berlalu
meninggalkan Latifah di kelas.
Pulang sekolah, Diskil dan Daud
sudah menanti Adis untuk latihan. Tapi Adis pura-pura tiudak melihat dan
bergegas menghampiri jemputan Mang Iman sopir keluarganya.
“Cepat, Mang! Adis sudah lapar
banget, nih!”
“Iya, Non,” Mang Iman segera
melajukan mobil itu. Dari kaca spion Adis melihat Diskil dan Daud berusaha
mengejar. Tapi mereka segera ketinggalan oleh laju mobil yang semakin cepat.
Diskil lalu menghubungi HP Adis. Buru-buru Adis mematikannya..
“Cobalah
berbesar hati, Dis. Daud sudah berjaji akan serius berlatih. Dia mau menebus
kesalahannya tiga bulan lalu itu,” bujuk Latifah yang datang ke rumah Adis keesokan
harinya sepulang sekoiah.
“Aku tidak percaya kata-kata
Daud. Cukup sekali saja aku mengalami rasa malu yang menyakitkan, Fah. Jangan
paksa aku, lebih baik kamu cari orang lain saja” tolak Adis berkeras.
“Daud dan Diskil akan tetap
berlatih sambil menunggu kesediaan kamu, Dis. Sore ini mereka ada di sekolah,
latihan buat upaca bendera Senin depan,” kata Latifah sebelum meninggalkan
rumah Adis.
Adis mencibir. Masa sih Daud mau
latihan serius. Daud kan
tukang bercanda. Suka menganggap remeh semua tugas yang diberikan padanya.
Tapi lama-lama Adis jadi
penasaran juga. Dia ingin membuktikan apa benar Diskil dan Daud sedang latihan
di sekolah sore ini. Adis lalu minta diantar Mang Iman ke sekolah.
Ketika mendekati pintu gerbang
sekolahnya, Adis menyuruh Mang Iman memelankan mobil. Rupanya Latifah tidak
bohong. Di halaman sekolah, Adis melihat Diskil dan Daud berlatih dengan
serius. Sesekali mereka tampak menghapus keringat yang menetes di wajah.
Ketika Diskil dan Daud melihat
kedatangan Adis, keduanya tampak senang. Daud buru-buru menghampiri Adis.
“Saya minta maaf atas kesalahanku
yang lalu, Dis, “ucap Daud. “Kamu tahu, ketika kakakku yang sudah SMA
mengetahui keteledoranku yang sangat memalukan itu, dia marah. Kakakku bilang
kalau aku rugi besar karena telah menyia-nyiakan pelajaran berharga. Dengan
menjadi pengibar bendera kita belajar untuk bertanggung-jawab, disiplin, teliti
dan bekerja sama. Kalau kita mengabaikan hal-hal itu kakakku bilang sama saja kita
mengabaikan modal penting untuk berhasil
di masa depan. Oleh karena itu saya sangat menyesal dan berjanji akan
memperbaikinya pada kesempatan kali ini,” aku Daud terus terang.
Melihat kesungguhan Daud,
akhirnya Adis mau kembali bergabung dengan mereka. Ketiga anak itu berlatih dengan
serius dan penuh semangat. Walaupun beberapa kawan sekolah mereka masih saja
mengejek, tapi Adis, Diskil dan Daud tak mau mengambil hati.
Akhirnya tiba waktunya upacara
bendera hari Senin. Ketika tiba giliran pengibar bendera, Adis, Diskil dan Daud
bergerak dengan derap yang rapi dan serentak. Mereka melangkah gagah menuju
tiang bendera. Daud mengikat bendera dengan teliti dan kuat.
“Bendera siap!” teriak Adis
lantang sambil kaki kanannya mundur selangkah untuk membentangkan bendera merah
putih yang telah terikat erat. Lalu lagu Indonesia Raya berkumandang. Diskil
dan Daud menggeret bendera pelan-pelan hingga sampai di ujung tiang persis saat
lagu kebanggsan itu berakhir.
Setelah mengikat talinya dengan
kuat pada tiang, ketiga pengibar bendera itu kembali ke tempat semula dengan
langkah gagah. Semua guru dan murid yang hadir merasa takjuk melihat kekompakan
Adis, Diskil dan Daud. Murid-murid yang selama ini selalu mengejek kegagalan
mereka di waktu lalu hanya bisa terdiam dalam kekaguman. Adis, Diskil dan Daud
telah melaksanakan tugas dengan baik. Mereka telah berhasil bangkit dari
kegagalan dan menunjukkan prestasi yang sempurna.