K i r i m S a l a m



K i r i m   S a l a m
Oleh: Elwin FL Tobing

            Sejak Reno kirim salam lewat Desi padaku, aku menjadi lebih sensitive tentang segala yang berhubungan dengan Reno. Walau aku kelihatan cuek, tapi di hatiku selalu menyentak keras kalau seseorang mengucapkan nama Reno. Terkadang aku malu sendiri. Kemarin waktu berangkat sekolah di ujung komplek perumahan kami seorang gadis abg memanggil Reno dengan suara mesra. Darahku tersirap. Wajahku memanas. Api cemburu memercik di hatiku. Uh, malu-maluin, ya. Padahal, Reno kan bukan siapa-siapaku. Masa karena pernah kirim salam satu kali membuatku mencemburui dia?
            Aku semakin tersipu saja ketika tahu yang dipanggil Reno oleh gadis itu ternyata seekor anjing pudel.
            Tega banget, sih. Masa nama sekeren Reno dipakaikan sama anak anjing? Keterlaluan!  Nama lain kek. Bobby, Jhon, atau apa gitu. Asal jangan Reno. Lho, kok aku jadi membela nama Reno banget, ya. Udah, ah! Malu.
            Tapi ada apa ya Reno kirim salam? Apa dia naksir aku? Kalau kata Desi sih begitu. Tidak mungkin Reno kirim salam kalau tidak ada maunya. Dan biasanya, salam-salam begitu artinya dia ada perhatian khusus sama aku. Pendeknya, Reno naksir aku dan mau menjadikan aku pacarnya.
            Pacaran sama Reno? Mau dong! Dia kan keren. Dengar-dengar dia adalah anak direktur bank ternama di kota ini. Walau begitu Reno tidak sombong,dia ramah dan baik pada siapa saja. 
            Tapi, mungkin nggak sih? Apa iya, Reno mau pacaran sama aku. Aku kan bukan Ratna atau Irma, primadona sekolah yang banyak dikerumuni cowok-cowok, mulai yang baru masuk sampai yang mau lulus. Bahkan, dengar-dengar, beberapa alumnus dari SMA ini masih ikut berkompetisi memperebutkan hati kedua gadis cantik itu. Kok, Reno bukannya ikut mengejar mereka? Ini, kok malah kirim salam sama aku. Mau apa?
            Jangan-jangan Desi salah dengar. Maksud Reno, Irma kali, bukan Widya. Irma-Widya kan kedengaran hampir sama. Lebih baik aku tanya lagi sama Desi: benar nggak aku yang dikirimin salam sama Reno. Jangan-jangan Irma atau Ratna barangkali? Soalnya kedua gadis itu juga satu kelas sama aku. Kan malu, kalau aku sudah berharap banyak, ternyata cewek lain yang Reno tuju. Untung saja aku nggak buru-buru membalas salam Reno. Sempat kubalas sementara salam Reno salah alamat, aduh malunya!
            Tapi kayaknya tadi aku nggak salah dengar deh. Desi tiga kali menegaskan kalau yang dikirimin salam oleh Reno adalah aku, Widya. Aku kan nggak percaya begitu saja ketika Desi menyampaikan salam Reno. Walau perasaanku sempat melayang, tapi akal sehatku masih tetap bekerja. Meski dadaku berdebar keras sekali, tapi otakku belum kehilangan daya nalar.
            Waktu itu dengan tersipu aku mengingatkan Desi kalau-kalau dia salah. Dan Desi meyakinkanku, bahkan sampai mengucapkan ‘I swear’ segala. Aku mencoba meneliti wajah Desi. Tapi aku tidak menemukan niat jahil di wajah tembemnya itu. Aku khawatir, siapa tahu Desi hanya sekedar mengerjain aku saja. Tapi wajah Desi serius. Bola matanya tulus.
            Berarti benar dong. Salam Reno memang buat aku.
            Tapi kenapa ya? Apa sih yang Reno lihat dari aku? Aku kan nggak secantik Ratna atau Irma. Hanya nenekku saja yang pernah bilang kalau aku manis. Itu pun cuma sekali. Aku ingat betul, waktu itu aku kelas satu SMP dan sedang siap-siap mengikuti perayaan natal yang diadakan sekolah kami. Sebelum berangkat aku sempatkan memblender pepaya untuk membuat jus buat nenek. Saat itulah nenek memujiku, mengatakan aku cucunya yang manis. Paling-paling nenek hanya ingin menyenangkan hatiku saja kali ya? Atau sebagai bentuk ucapan terima kasihnya karena aku membuatkan jus pepaya untuknya. Sementara Mama dan Papa tidak pernah aku dengar memujiku cantik atau manis. Tapi juga tidak pernah mengatakan aku jelek. Jadi sedang-sedang saja mungkin. Kalau abangku Angga, huh, dia sih tahunya mengejek saja. Aku sering diejek Pak Tile sama dia. Kenapa ya? Apa karena daguku ini? Lipatan daguku memang bulat banget, mirip Pak Tile. Hi hi hi, ngaku deh. Tapi dagu Bella Sapira jugakan bulat. Dan kalau aku perhatikan, hampir sama kok sama bentuk daguku. Um.., pantas saja nenekku bilang aku manis. Ternyata aku mirip Bella Safira sih, hi hi hi…
            Tidak tahu ah! Entah apa yang membuat Reno tertarik sama aku. Oh, mungkin bukan dari kecantikan kali ya. Prestasi belajar? Ih, mana bisa dibanggakan. Prestasiku kan biasa-biasa saja. Nilai rata-rata rapotku cuma…, ah nggak usah disebutin lah. Malu! Sementara prestasi di luar bidang studi juga nggak ada. Aku bukan aktifis dan jarang mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan sekolah. Aku lebih suka di rumah. Beres-beres, belajar masak dan bikin kue dari resep-resep di majalah sama Mama. Aku juga nggak suka jalan ke mal atau menghadiri pesta yang diadakan teman. Lebih nyaman di rumah.
            Kalaupun ingin keluar, aku selalu mengajak Mama. Norak nggak aku? Teman-teman bilang aku persis anak TK, yang ke mana-mana selalu harus dikawal mama. Iya juga sih. Tapi aku memang merasa aman dan nyaman kalau bersama Mama. Kalau ada
cowok iseng menggangguku Mama akan maju membela. Pernah ada Om-Om yang kurang ajar mencolek pinggangku saat jalan sama Mama disebuah mal. Mama langsung mendamprat om-om itu habis-habisan. Mama juga mengadukan kelakuan om-om itu pada satpam mal, hingga si Om sempat di giring ke pos satpam untuk ditanyai. Kapok lu!
            Kadang bingung juga. Kalau aku takut diganggu  cowok-cowok jahil di mal, teman-temanku malah sebaliknya. Setiap ke mal mereka malah mengharapkan digoda oleh cowok-cowok itu. Sering aku mendengar mereka saling menceritakan pengalaman menggaet cowok-cowok di mal. Sambil ketawa-tawa mereka silih berganti mengumbar kisah. Aku tersenyum-senyum mendengar berbagai taktik yang mereka gunakan untuk menarik perhatian cowok yang mereka incar. Tapi, tak jarang pula darahku berdesir ngeri mendengar kisah sebagian yang lain. Masa dari mereka ada yang sampai mau dibawa nginap oleh cowok-cowok itu. Kadang demi hp keluaran terbaru, beberapa dari teman sekolahku itu rela dibawa om-om ke mana saja. Kok bisa gitu ya? Memang kalau sudah punya hp terbaru so what gitu loh?
            Lho! Kok jadi ngomongin hp sih? Tadi kan aku membahas salam dari Reno?
            Tapi aku masih bingung nih! Biarkan sajalah. Lebih baik aku menunggu sinyal selanjutnya dari Reno. Kalau dia memang ‘ada rasa’ sama aku, tentu dia akan menindaklanjuti salam kirimannya. Tapi aku tidak mau terlalu bersemangat menangggapi salam itu. Mama pernah  bilang,  sebagai anak gadis aku harus berhati-hati dengan laki-laki. Laki-laki sekarang banyak yang jahat. 
            Aku meraih tepi tirai kamarku. Angin malam yang bertiup kencang tidak mampu menyeret kebimbangan yang menjalar di hatiku. Mama telah tiga kali memanggilku untuk makan malam. Tapi rasanya aku tidak selera untuk malan. Mungkin juga tidurku akan digelimangi resah. Uh! Gara-gara Reno, nih. Rasa hati ini jadi tidak kumengerti.
            Reno, ih! Untuk apa sih kamu kirim salam? Jadi bingung tau….

Siantar, April 2008
dimuat di harian analisa 





0 Responses